Kamis, 02 Januari 2014

Saya Sunni dan Bukan Penganut Syiah!!!

Dalam artikel Buya Hamka berjudul “Majelis Ulama Indonesia Berbicaralah!” di Harian Kompas 11 Desember 1980, Buya Hamka menegaskan bahwa Indonesia adalah golongan Sunni. Bahwa dalam menegakkan aqidah, umat Islam di Indonesia menganut faham Abul Hasal Al Asy’ari dan Abu Mansur Al Maturidy. Di dalam amalam syariat Islam kita mengikuti Madzhab Syafi’i terutama dan menghargai juga ajaran-ajaran dari ketiga imam yang lain (Hanafi, Maliki, Hambali). Buya Hamka lalu menulis:

Menilik kesemuanya ini dapatlah saya, sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia atau sebagai pribadi menjelaskan pendirian saya dengan Revolusi Iran.


1. Sesuai dengan preambul UUD 1945, saya simpati atas revolusi yang telah berlaku di negeri Iran. Saya simpati karena mereka telah menentang feodalisme Kerajaan Syah yang tidak adil.

2. Karena ternyata revolusi Islamnya ialah berdasar Mazhab Syiah, maka kita tidak berhak mencampuri urusan dalam negeri orang lain, dan sayapun tetap seorang Sunni yang tak perlu berpegang pada pendapat orang Syiah dan ajaran-ajaran ayatullah.

Ketika saya di Iran, datang empat orang pemuda ke kamar hotel saya, dan dengan bersemangat mereka mengajari saya tentang revolusi dan menyatakan kenginannya untuk datang ke Indonesia guna mengajarkan revolusi Islam Syiah itu di Indonesia. Boleh datang sebagai tamu, tapi ingat kami adalah bangsa yang merdeka dan tidak menganut Syiah! Ujar saya.

Posisi Buya Hamka sendiri terkait Syiah dapat kita rujuk dari tulisan-tulisannya. Dalam majalah Panji Masyarakat No. 169/Tahun ke XVII, 15 Februari 1975 (4 Shafar 1395 H) hal 37-38, Buya Hamka sudah menjelaskan lebih jauh kritiknya terhadap ajaran Syiah yang menyelisihi ahlussunah. Bahkan Buya Hamka pun mendudukkan posisi Hassan dan Muawiyah sebagai dua pihak yang menghendaki persatuan Islam. Jauh dari lontaran caci maki seperti ditulis oleh para tokoh-tokoh dan kitab-kitab Syiah selama ini terhadap Muawiyah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar